AWAL
KEHIDUPAN YANG BARU
~~~“Ketika
Matahari Terbit Menyambut Fajar yang baru”~~~
Salsabila
Ahsani Hanifa
SMP
IT Alam Nurul Islam
Ini adalah sebuah hutan yang lebat, jauh dari
perkotaan. Aroma disini sangat lembab. Tumbuhan liar tumbuh subur disini. Warna
warni bunga juga memberi efek pada setiap senti dari sudut hutan. Itu semua
bukanlah inti dari pesona hutan tersebut, melainkan sebuah tanah ajaib, dimana
ada berbagai hewan, tumbuhan, dan makhluk mistis lainnya. Aku adalah seorang
gadis yang benar-benar sudah melihat langsung tanah ajaib itu dengan kedua bola
mataku ini dengan teman temanku. Suku “Floral” adalah suku yang menjaga hutan
itu. Hutan itu telah menjadi bagian inti dari setiap kehidupan yang ada. Pohon
itu adalah jantungnya, yang berperan paling penting dalam kehidupan disana.
Pohon itu disebut “Intan hijau”. Suku Floral hidup tidak jauh dari hutan itu.
Itu adalah tempat yang sangat indah. Hingga suatu hari, semua menjadi kacau.
***
Mendadak awan gelap menggumpal di langit. Awan
berkali kali memuntahkan petir kearah hutan. Setelah petir menyambar, tetesan
air mulai berjatuhan. Angin bertiup kencang bagai badai dimusim salju, disusul
air yang berjatuhan bagai hantaman ribuan anak panah. Setiap ujung daun mulai
menghitam hingga ke akarnya. Para penduduk panik, mereka sibuk mengemasi barang
berharganya masing-masing. Semua warga berhamburan menuju ke tempat yang
bernama “pengungsian bawah tanah”. Bangunan itu sudah ada sejak nenek moyang.
Air mulai naik, semua orang sudah berada di pengungsian. Ini aneh sekali,
sepanjang hidupku aku tidak pernah melihat kejadian seperti ini. Kecuali satu
hal, sebuah legenda yang sudah turun menurun diceritakan.
“Suatu
hari nanti, dunia akan menjadi hitam, tanaman akan layu, hewan-hewan akan
menghilang. Bumi ini akan mati. Semua musibah itu akan berakhir, apabila lautan
sudah membiru, daratan mulai menghijau, dan awan-awan sudah memutih. Kehidupan
akan kembali pulih, bersamaan dengan datangnya matahari terbit.”
Untuk sementara ini kami tak bisa berbuat
apa-apa. Kami hanya akan menunggu sampai keadaan membaik, kemudian kami bisa
memeriksa apa yang sebenarnya terjadi pada Pohon Intan Hijau. Badai berlangsung
selama berhari-hari. Terkurung di ruangan bawah tanah membuat persediaan
makanan kami semua menipis. Kami harus benar-benar menghemat agar mampu
bertahan hidup. Jelang beberapa hari kemudian, badai sedikit demi sedikit
mereda. Kami semua sudah bisa keluar dari pengungsian. Saat kami semua keluar,
kami terpaku melihat keadaan hutan. Tanaman menghitam sepenuhnya, semua hewan
menghilang. Awan gelap menutupi seluruh permukaaan langit. Melihat keadaan yang
seperti itu, akhirnya kami memutuskan untuk tetap tinggal di pengungsian untuk sementara waktu.
Hal ini dikarenakan kebanyakan dari rumah para penduduk hancur dan sebagian
lagi terbang terbawa angin yang entah membawanya kemana, kami pun tak tau.
Esok
paginya, ketua dari kelompok Suku Floral mengirim beberapa orang warga untuk
mencari tau apa yang sebenarnya terjadi, serta sebagian lagi untuk mencari
bahan makanan dan herbarium yang ada di dalam hutan untuk dibawa ke
pengungsian. Sebagai seorang remaja desa Suku Floral, kami ditugaskan untuk
mencari bahan makanan yang ada didalam hutan. Para pria desa ditugaskan untuk
mencari tahu apa yang terjadi.
“Oh
yang benar saja, aku ingin bergabung mencari tau apa yang terjadi dengan Pohon
Intan Hijau. Mungkin ini akan menjadi kesempatan emas untuk melihatnya”, kata
Reza.
“Hei
ayolah, mencari bahan makanan tidak seburuk itu”, sahut Tika sambari mengambil
keranjang.
“Benar
kata Tika, kita memiliki tanggung jawab yang besar sekarang”, aku menyahut
perkataan Tika sebelum Reza sempat membuka mulutnya.
“Ya…kurasa
aku bisa menerima hal ini seperti apa yang dikatakan oleh Tika dan Ana”, jawab
Tama.
“Huh,
kalian sangat membosankan. Tapi baiklah, apa boleh buat, kalau begitu ayo kita
telusuri hutan ini”, jawabnya dengan penuh semangat sambil berlari kearah
hutan.
Kami semua berlari menuju hutan dan berpencar.
Daun-daun di pepohonan mulai berguguran. Tidak ada hewan, bahkan tidak dengan
satu serangga pun yang muncul. Setelah kami berjalan berkilo-kilo meter jauhnya
dan memakan waktu yang cukup lama, akhirnya sampailah kami di area yang masih
segar. Daun-daun masih tersisa hijau. Akhirnya kami menemukan beberapa tanaman
buah dan herbarium segar yang bisa kita manfaatkan. Kami cepat-cepat mangambil
buah dan herbarium yang ada sebelum berubah menjadi hitam dan membusuk. Tak
lama kemudian, keranjang kami penuh dengan bahan makanan dan herbarium, kami
juga mengumpulkan kayu bakar. Namun ternyata kami masuk terlalu jauh ke dalam
hutan, sehingga kami tak mungkin sampai tepat waktu ke desa karena hari
sekarang sudah petang. Tiba tiba, kami merasakan sesuatu bergerak menuju ke
arah kami. Berbagai makluk aneh mulai berloncatan dari balik semak. Kami
mencoba menyelamatkan diri. Namun gagal, akhirnya kami semua terdorong dan jatuh
ke sebuah sungai yang mengalir deras.
***
Aku terbangun di sebuah tempat yang sangat
segar. Aku kira aku sedang bermimpi. Kepalaku memar karena terbentur batu. Air sungai mengalir tenang dan jernih. Aku
menemui teman-teman ku yang berada di dekatku. Mereka semua dalam keadaan tidak
sadarkan diri, Tika terdampar diseberang tepat di dekatku, Reza tersangkut
disebuah pohon besar yang sudah tumbang, sedangkan Tama terdampar di perairan
dangkal, kurasa air tidak sanggup membawa tubuhnya yang gemuk itu. Tiba-tiba
semak-semak didekat ku bergetar. Aku sigap berdiri. Namun belum sempat berdiri
tegak, aku terjatuh. Kakiku terluka parah hingga terasa sangat sulit untuk
berdiri. Sesuatu keluar dari semak, bukan,….lebih tepatnya seseorang anak laki-laki keluar dari balik semak. Anak
itu menggunakan baju bertudung dan jubbah, serta celana yang dipotong tepat di
lutut, umurnya mungkin seumuran dengan kami semua, yaitu 15 tahun.
Ia menatap ku dan teman-teman ku, kemudian
meloncat masuk ke dalam semak. Aku hanya
terdiam keheranan dan segera membangunkan Tika.
Anak itu mendekati Aku, Tika, Reza dan Tama. Dia memberikan beberapa
lembar daun dan menyuruh kami untuk membalut luka kami dengan daun itu. Aku
membungkus lukaku dengan daun itu, rasanya sangat perih. Anak laki-laki itu
bersiul berkali kali. Tiba-tiba tanaman disekitar kami bergerak gerak lagi.
Muncul makhluk-makhluk kecil yang hanya berukuran satu jengkal saja dan 3 ekor
rusa jantan yang besar. Tanduk mereka seperti ranting pohon yang masih segar
dan ditumbuhi daun daun kecil dan bunga yang berwarna warni. Anak laki-laki itu
berbicara sesuatu pada para makhluk kecil dan rusa itu. Selesai berbicara, para
makhluk kecil itu mendekati ku dan memintaku untuk menaiki salah satu rusa. Aku
menunggang rusa dengan Tika, Reza dengan Tama, dan anak laki laki itu bersama
para makhluk kecil menunggang rusa yang satunya lagi.
“Um…..terimakasih
sudah memberi tunggangan pada kami.”, kataku membuka pembicaraan.
“Sama
sama”, jawab anak laki laki itu dengan dingin.
“ayoo.....kita harus cepat menuju Pohon Intan
Hijau.”, imbuh anak laki-laki itu dengan nada semangat.
Angin bertiup kencang lagi, hujan kembali
turun sangat lebat, daun mulai menghitam. Hingga ke pusat Pohon Intan Hijau.
Para rusa berlari capat menuju ke Pohon Intan Hijau. Pohon Intan Hijau mulai
menghitam. Anak laki-laki itu membawa kami semua sedekat mungkin dengan Pohon
Intan Hijau dan bergegas menuju puncak pohon dengan cara memanjatnya, namun hal
itu terasa sulit karena pohon itu diselimuti lumut hitam. Para makhluk kecil
itu mengelilingi Pohon Intan Hijau.
“Letakkan
tanamannya! Pohon ini butuh bagian dari tanaman hutan untuk memulihkan
keadaan”, sahut anak laki-laki itu ketika sampai di puncak pohon. Kami
meletakkan buah-buahan, bunga-bunga, daun-daunan, dan kayu bakar yang kami cari
tadi di atas 5 lembar daun yang melingkar dipuncak pohon. Namun, 1 lembar daun
belum terisi. Petir menyambar, sebuah benda berkilau memantulkan cahaya yang
diterima dari kilatan petir, benda itu adalah permata hijau. Anak laki-laki itu
bargegas memanjat ke puncak pohon dan mengambil permata itu lalu diletakkannya
di atas lembar daun terakhir. Daun-daun itu mulai menggulung kemudian layu
hingga seluruh pohon layu dan mengering. Tiba tiba pohon itu meledak
mengeluarkan serbuk hitam yang mengalir kesemua tempat seperti ombak pasang.
Setiap tempat yang terkena ledakan tersebut menjadi tandus seperti terbakar
hingga menyebar ke seluruh permukaan bumi. Bekas ledakan dari pohon itu meledak
lagi untuk kedua kalinya, tapi kali ini ledakan besar yang bersinar. Kami semua
tiba tiba tertarik masuk kedalam ledakan itu.
***
Aku membuka mataku. Aku segara mambangunkan
teman-temanku termasuk anak laki-laki itu. Kami berdiri dan melihat seluruh
tempat dipenuhi rerumputan hijau, bunga yang berwarna warni, serta hewan-hewan
yang indah lagi sehat. Luka kami pun mendadak hilang.
“Apa yang terjadi?”, tanya Tika keheranan.
“Tentu saja, matahari terbitnya!”, jawabku
sambil menunjuk kearah timur.
“Ya,
bumi sudah musnah dan memulai awal yang baru bagai matahari terbenam dan terbit
kembali”, sahut anak laki laki itu.
“Memulai awal yang baru…artinya ini adalah
masa depan?”, tanya Reza terkejut.
“Benar, manusia lama kelamaan tidak bisa
menjaga bumi lagi. Manusia melakukan banyak hal yang membuat bumi tidak sanggup
untuk memberi manusia kehidupan. Terkadang, hal negatif yang kita lakukan,
walau sedikit, lama kelamaan akan semakin merusak bumi. Sekarang, beberapa
kehidupan yang mati sudah diurai oleh bumi untuk menjadi awal yang baru untuk
kehidupan itu sendiri.” Jawab anak laki laki itu sambari tersenyum.
0 komentar:
Posting Komentar