Just another free Blogger theme

15 November 2018



AWAL KEHIDUPAN YANG BARU
~~~“Ketika Matahari Terbit Menyambut Fajar yang baru”~~~
Salsabila Ahsani Hanifa  
SMP IT Alam Nurul Islam

Ini adalah sebuah hutan yang lebat, jauh dari perkotaan. Aroma disini sangat lembab. Tumbuhan liar tumbuh subur disini. Warna warni bunga juga memberi efek pada setiap senti dari sudut hutan. Itu semua bukanlah inti dari pesona hutan tersebut, melainkan sebuah tanah ajaib, dimana ada berbagai hewan, tumbuhan, dan makhluk mistis lainnya. Aku adalah seorang gadis yang benar-benar sudah melihat langsung tanah ajaib itu dengan kedua bola mataku ini dengan teman temanku. Suku “Floral” adalah suku yang menjaga hutan itu. Hutan itu telah menjadi bagian inti dari setiap kehidupan yang ada. Pohon itu adalah jantungnya, yang berperan paling penting dalam kehidupan disana. Pohon itu disebut “Intan hijau”. Suku Floral hidup tidak jauh dari hutan itu. Itu adalah tempat yang sangat indah. Hingga suatu hari, semua menjadi kacau.
***
Mendadak awan gelap menggumpal di langit. Awan berkali kali memuntahkan petir kearah hutan. Setelah petir menyambar, tetesan air mulai berjatuhan. Angin bertiup kencang bagai badai dimusim salju, disusul air yang berjatuhan bagai hantaman ribuan anak panah. Setiap ujung daun mulai menghitam hingga ke akarnya. Para penduduk panik, mereka sibuk mengemasi barang berharganya masing-masing. Semua warga berhamburan menuju ke tempat yang bernama “pengungsian bawah tanah”. Bangunan itu sudah ada sejak nenek moyang. Air mulai naik, semua orang sudah berada di pengungsian. Ini aneh sekali, sepanjang hidupku aku tidak pernah melihat kejadian seperti ini. Kecuali satu hal, sebuah legenda yang sudah turun menurun diceritakan.
“Suatu hari nanti, dunia akan menjadi hitam, tanaman akan layu, hewan-hewan akan menghilang. Bumi ini akan mati. Semua musibah itu akan berakhir, apabila lautan sudah membiru, daratan mulai menghijau, dan awan-awan sudah memutih. Kehidupan akan kembali pulih, bersamaan dengan datangnya matahari terbit.”
Untuk sementara ini kami tak bisa berbuat apa-apa. Kami hanya akan menunggu sampai keadaan membaik, kemudian kami bisa memeriksa apa yang sebenarnya terjadi pada Pohon Intan Hijau. Badai berlangsung selama berhari-hari. Terkurung di ruangan bawah tanah membuat persediaan makanan kami semua menipis. Kami harus benar-benar menghemat agar mampu bertahan hidup. Jelang beberapa hari kemudian, badai sedikit demi sedikit mereda. Kami semua sudah bisa keluar dari pengungsian. Saat kami semua keluar, kami terpaku melihat keadaan hutan. Tanaman menghitam sepenuhnya, semua hewan menghilang. Awan gelap menutupi seluruh permukaaan langit. Melihat keadaan yang seperti itu, akhirnya kami memutuskan untuk tetap  tinggal di pengungsian untuk sementara waktu. Hal ini dikarenakan kebanyakan dari rumah para penduduk hancur dan sebagian lagi terbang terbawa angin yang entah membawanya kemana, kami pun tak tau.
 Esok paginya, ketua dari kelompok Suku Floral mengirim beberapa orang warga untuk mencari tau apa yang sebenarnya terjadi, serta sebagian lagi untuk mencari bahan makanan dan herbarium yang ada di dalam hutan untuk dibawa ke pengungsian. Sebagai seorang remaja desa Suku Floral, kami ditugaskan untuk mencari bahan makanan yang ada didalam hutan. Para pria desa ditugaskan untuk mencari tahu apa yang terjadi.
“Oh yang benar saja, aku ingin bergabung mencari tau apa yang terjadi dengan Pohon Intan Hijau. Mungkin ini akan menjadi kesempatan emas untuk melihatnya”, kata Reza.
“Hei ayolah, mencari bahan makanan tidak seburuk itu”, sahut Tika sambari mengambil keranjang.
“Benar kata Tika, kita memiliki tanggung jawab yang besar sekarang”, aku menyahut perkataan Tika sebelum Reza sempat membuka mulutnya.
“Ya…kurasa aku bisa menerima hal ini seperti apa yang dikatakan oleh Tika dan Ana”, jawab Tama. 
“Huh, kalian sangat membosankan. Tapi baiklah, apa boleh buat, kalau begitu ayo kita telusuri hutan ini”, jawabnya dengan penuh semangat sambil berlari kearah hutan.
Kami semua berlari menuju hutan dan berpencar. Daun-daun di pepohonan mulai berguguran. Tidak ada hewan, bahkan tidak dengan satu serangga pun yang muncul. Setelah kami berjalan berkilo-kilo meter jauhnya dan memakan waktu yang cukup lama, akhirnya sampailah kami di area yang masih segar. Daun-daun masih tersisa hijau. Akhirnya kami menemukan beberapa tanaman buah dan herbarium segar yang bisa kita manfaatkan. Kami cepat-cepat mangambil buah dan herbarium yang ada sebelum berubah menjadi hitam dan membusuk. Tak lama kemudian, keranjang kami penuh dengan bahan makanan dan herbarium, kami juga mengumpulkan kayu bakar. Namun ternyata kami masuk terlalu jauh ke dalam hutan, sehingga kami tak mungkin sampai tepat waktu ke desa karena hari sekarang sudah petang. Tiba tiba, kami merasakan sesuatu bergerak menuju ke arah kami. Berbagai makluk aneh mulai berloncatan dari balik semak. Kami mencoba menyelamatkan diri. Namun gagal, akhirnya kami semua terdorong dan jatuh ke sebuah sungai yang mengalir deras.
***
Aku terbangun di sebuah tempat yang sangat segar. Aku kira aku sedang bermimpi. Kepalaku memar karena terbentur batu.  Air sungai mengalir tenang dan jernih. Aku menemui teman-teman ku yang berada di dekatku. Mereka semua dalam keadaan tidak sadarkan diri, Tika terdampar diseberang tepat di dekatku, Reza tersangkut disebuah pohon besar yang sudah tumbang, sedangkan Tama terdampar di perairan dangkal, kurasa air tidak sanggup membawa tubuhnya yang gemuk itu. Tiba-tiba semak-semak didekat ku bergetar. Aku sigap berdiri. Namun belum sempat berdiri tegak, aku terjatuh. Kakiku terluka parah hingga terasa sangat sulit untuk berdiri. Sesuatu keluar dari semak, bukan,….lebih tepatnya seseorang  anak laki-laki keluar dari balik semak. Anak itu menggunakan baju bertudung dan jubbah, serta celana yang dipotong tepat di lutut, umurnya mungkin seumuran dengan kami semua, yaitu 15 tahun.
Ia menatap ku dan teman-teman ku, kemudian meloncat masuk  ke dalam semak. Aku hanya terdiam keheranan dan segera membangunkan Tika.  Anak itu mendekati Aku, Tika, Reza dan Tama. Dia memberikan beberapa lembar daun dan menyuruh kami untuk membalut luka kami dengan daun itu. Aku membungkus lukaku dengan daun itu, rasanya sangat perih. Anak laki-laki itu bersiul berkali kali. Tiba-tiba tanaman disekitar kami bergerak gerak lagi. Muncul makhluk-makhluk kecil yang hanya berukuran satu jengkal saja dan 3 ekor rusa jantan yang besar. Tanduk mereka seperti ranting pohon yang masih segar dan ditumbuhi daun daun kecil dan bunga yang berwarna warni. Anak laki-laki itu berbicara sesuatu pada para makhluk kecil dan rusa itu. Selesai berbicara, para makhluk kecil itu mendekati ku dan memintaku untuk menaiki salah satu rusa. Aku menunggang rusa dengan Tika, Reza dengan Tama, dan anak laki laki itu bersama para makhluk kecil menunggang rusa yang satunya lagi.
“Um…..terimakasih sudah memberi tunggangan pada kami.”, kataku membuka pembicaraan.
“Sama sama”, jawab anak laki laki itu dengan dingin.
 “ayoo.....kita harus cepat menuju Pohon Intan Hijau.”, imbuh anak laki-laki itu dengan nada semangat.
Angin bertiup kencang lagi, hujan kembali turun sangat lebat, daun mulai menghitam. Hingga ke pusat Pohon Intan Hijau. Para rusa berlari capat menuju ke Pohon Intan Hijau. Pohon Intan Hijau mulai menghitam. Anak laki-laki itu membawa kami semua sedekat mungkin dengan Pohon Intan Hijau dan bergegas menuju puncak pohon dengan cara memanjatnya, namun hal itu terasa sulit karena pohon itu diselimuti lumut hitam. Para makhluk kecil itu mengelilingi Pohon Intan Hijau.
“Letakkan tanamannya! Pohon ini butuh bagian dari tanaman hutan untuk memulihkan keadaan”, sahut anak laki-laki itu ketika sampai di puncak pohon. Kami meletakkan buah-buahan, bunga-bunga, daun-daunan, dan kayu bakar yang kami cari tadi di atas 5 lembar daun yang melingkar dipuncak pohon. Namun, 1 lembar daun belum terisi. Petir menyambar, sebuah benda berkilau memantulkan cahaya yang diterima dari kilatan petir, benda itu adalah permata hijau. Anak laki-laki itu bargegas memanjat ke puncak pohon dan mengambil permata itu lalu diletakkannya di atas lembar daun terakhir. Daun-daun itu mulai menggulung kemudian layu hingga seluruh pohon layu dan mengering. Tiba tiba pohon itu meledak mengeluarkan serbuk hitam yang mengalir kesemua tempat seperti ombak pasang. Setiap tempat yang terkena ledakan tersebut menjadi tandus seperti terbakar hingga menyebar ke seluruh permukaan bumi. Bekas ledakan dari pohon itu meledak lagi untuk kedua kalinya, tapi kali ini ledakan besar yang bersinar. Kami semua tiba tiba tertarik masuk kedalam ledakan itu.
***
Aku membuka mataku. Aku segara mambangunkan teman-temanku termasuk anak laki-laki itu. Kami berdiri dan melihat seluruh tempat dipenuhi rerumputan hijau, bunga yang berwarna warni, serta hewan-hewan yang indah lagi sehat. Luka kami pun mendadak hilang.
“Apa yang terjadi?”, tanya Tika keheranan.
“Tentu saja, matahari terbitnya!”, jawabku sambil menunjuk kearah timur.
 “Ya, bumi sudah musnah dan memulai awal yang baru bagai matahari terbenam dan terbit kembali”, sahut anak laki laki itu.
“Memulai awal yang baru…artinya ini adalah masa depan?”, tanya Reza terkejut.
“Benar, manusia lama kelamaan tidak bisa menjaga bumi lagi. Manusia melakukan banyak hal yang membuat bumi tidak sanggup untuk memberi manusia kehidupan. Terkadang, hal negatif yang kita lakukan, walau sedikit, lama kelamaan akan semakin merusak bumi. Sekarang, beberapa kehidupan yang mati sudah diurai oleh bumi untuk menjadi awal yang baru untuk kehidupan itu sendiri.” Jawab anak laki laki itu sambari tersenyum.

Categories:


Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Pellentesque volutpat volutpat nibh nec posuere. Donec auctor arcut pretium consequat. Contact me 123@abc.com

0 komentar:

Posting Komentar